For what i feel, what i see, what i hear, what i dream of, what i used to be, what i would be. Here i am. Just take a deep breath, then read!

Tuesday, August 30, 2011

"?"

Emang yah, kadang-kadang apa yang kita lakuin, akan memiliki tafsiran berbeda bagi mereka yang melihatnya. Kadang-kadang juga, apa yang kita sesungguhnya rasakan, akan ditafsir berbeda pula di orang-orang tertentu.

Dan, kembali gue bertanya sama diri gue sendiri, apa iya gue seperti itu? Apa iya rasa yang gue punya adalah sama seperti apa yang mereka pikirkan? Apa iya gue punya rasa seperti itu? Sejauh gue ngejalanin, gue merasa semua baik-baik aja kok. Sampai ada seorang teman yang menegur gue atas hal itu. Duh, salah ya gue? Sesalah itu? Gue gak maksud. Uhm, gue sangat mengerti alasan dia bicara hal itu. Gue tau dia hanya mengingatkan. Tetapi, satu yang gak dia tahu. Dia salah menafsirkan apa yang gue rasakan, apa yang gue lakukan. Kasarnya, kalo gue boleh ngomong : "Sok tau abis lo!". 
Mungkin, emang gue sedikit ngerasa 'ergh' atas pandangannya. Dari awal, dia menganggap gue begitu. Punya rasa itu. Alasannya : "elo terlihat beda,Vel, kalo sama dia!". Kembali gue bertanya, beda dari mananya? Deuh~

Satu sih yang mau gue bilang, kali ini, gue tau kok gue harus apa. Pun, kalo nantinya emang bener gue punya rasa itu, gue akan bilang. Tapi sejauh mata memandang, gue masih sangat bisa mengontrol diri gue dari kata galau. Dan, kalopun gue emang bener punya rasa itu, gue akan mengusahakan supaya gak ada hati yang tersakiti, pun itu temen gue sendiri.

Gue akan berusaha belajar dari pengalaman. Dulu, di situasi yang hampir sama, gue pernah bertanya hal ini sama temen gue : "Ver, lebih baik lo jujur, lo tertarik kan sama cowok gue? Gue akan jauh lebih menghargai perasaan lo, ketimbang lo harus bohong sama gue.". Waktu itu, di Samtari pukul 8malam, hari Senin. Dan, dia jawab gini : "Gak lah, Ve. Gue masih tau kok gimana caranya menghargai SAHABAT. Gue gak akan suka cowok lo."

Dan, lagi-lagi intuisi ini yang berbicara. Entah gimana, saat itu gue tahu dia bohong. Gue tahu banget. Meskipun belum ada satu faktapun yang jadi alasan gue untuk melontarkan pertanyaan itu, tapi gue yakin. See? My intuition lead.

Dan, sekarang, gue gak mau jadi si 'sahabat' itu buat orang lain. Gue akan bilang suka, kalo gue emang suka. Gue akan bilang engga, kalo emang ngga. Tapi, percaya deh, gue gak berniat untuk jadi another backstabber in life.

Makanya gue bilang gini di twitter : "And, do you know what is the most expensive which cannot bought by money? TRUST!"

Daan, dia nge- RT tuitan gue : I trust in you, Ve! 
=___=  No, don't trust in me. Trust in God, hey little girl! Cause someday, lo gak akan bisa mengandalkan gue lagi, untuk hal yang lo butuh. :)

Jahat ya gue?
Read More

Saturday, August 20, 2011

Is it only another fiction?

Baru hari ini, lebih tepatnya malam ini, gue menangkap sesuatu. Meskipun itu implisit, tapi bagi gue itu cukup membuat otak gue dengan cepatnya menganalisis. Oke, salahkan otak gue dan segala macam pikiran buruk di dalamnya. Tapi, maaf, gue juga nggak ngerti kenapa otak ini sebegitu rajinnya nganalisis hal-hal macam begini. Gue memang ragu, dan selama ini gue berusaha jalan diatas keraguan gue, dengan alasan berpikir positif. Memang, gak ada yang bisa ngelarang orang, gak ada yang berhak, karena hidupnya bukan milik gue. Dia pasti udah sangat tahu apa yang terbaik untuk dia. Gue, di setiap situasi pun berusaha untuk memandang segala sesuatunya dengan baik, setidaknya berusaha seperti itu, dan mencoba menutupi apa yang menjadi keraguan gue. Dan ujungnya, gue malah terlihat gak lebih dari seperti monster yang jahatnya melebihi nenek sihir. Benar-benar jahat.
Salah kalau ada yang bilang gue nggak tahu. Gue tahu, tapi selama gue nggak melihat mendengar dan merasakan langsung, bagi gue itu hanyalah semacam angin yang berhembus. Meskipun pernah gue kecewa, ketika gue dipaksa keadaaan untuk mengakui bahwa sesungguhnya angin itu adalah nyata. Rasanya? GAK ENAK! Sadar gak sadar gue udah ngelakuin itu.
Itu makanya, gue terlihat seperti seorang yang munafik. Dan, memang benar, ini palsu. Untuk ini, gue minta maaf kepada pihak-pihak tertentu (meskipun gak akan ada yang tahu siapa pihak-pihak itu, kecuali gue sendiri).
Malam ini, gue melihat segala sesuatunya agak berbeda. Gue menyerah untuk mengakui. Ya, mungkin ini saatnya gue berhenti memainkan peran gue, karena skenarionya sudah selesai. Atau mungkin sebetulnya belum selesai, tapi pun kalo gitu, gue memilih mengundurkan diri, dan silahkan casting pemain lain. Memang, terkadang gue merasa sudah terlalu lelah untuk menjadi seperti ini. Tapi, lagi-lagi tapi, ini bukan keinginan gue. Siapa sih yang mau jadi seorang yang palsu? Gak ada!
Kemudian otak gue beranalisis, yang menimbulkan pertanyaan, apakah gue benar-benar sepalsu itu? Atau mungkin gue hanyalah orang yang nggak tahu apa-apa? Atau mungkin bisa jadi gue adalah orang yang cuma akan selalu menjadi pendengar dan pemberi solusi, tanpa harus melakukan aksi, karena tahu semua itu adalah fiksi? Nah, gue lelah sekarang!



*lemah adalah ketika gue gak bisa berpikir apa-apa
 

Read More

Hari itu, 03082011

Butuh suasana khusus untuk nyeritain ini ke dalam tulisan, karena apa yang gue alami ini udah agak lama, sekitar seminggu yang lalu, dan gue berusaha untuk tetep ngejaga feel itu supaya gak hilang sampe akhirnya gue abadikan ke dalam tulisan. Hehehe. Oke.

Waktu yang ditunggu telah tiba. Hari ini, 03 Aguustus 2011, saya bersama kedua teman saya, akan melakukan trip ke negara Thailand. Namun, di awal sempat saya ragu, dan hampir memutuskan untuk tidak ikut, karena satu dan lain hal. Tapi ternyata, saya mendapati diri saya ada bersama-sama dengan mereka di Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta. Siang itu, pukul 14.00, kita resmi berkumpul persis di bawah plang "Terminal 2D Keberangkatan Luar Negeri". Dengan sedikit euphoria, kita sempat-sempatnya mengambil foto di pesisir jalan itu. Senyum dan gelak tawa terus merekah. Sayang, satu sahabat tidak hadir disini. Ya, harusnya kita melakukan trip ini berempat, namun karena ada hal yang masih harus diselesaikan di Jakarta, maka sahabat kami itu pun menunda keberangkatannya. Setelah puas berfoto, kami pun berjalan menuju ruang check-in. Dengan carrier di punggung kami, dengan mantap kami melangkah menuju counter Air Asia. Setelah membayar airport tax sebesar Rp. 150.000,-, kami pun bergegas menuju bagian imigrasi. Oh ya, ternyata seat number kami berbeda-beda. Awalnya kami agak kecewa, tapi yaudalah ya, cuma 2 jam perjalanan juga. Sesampainya kami di ruang imigrasi, masih dengan semangat '45, kami mengisi immigration card. Tak lupa, kami juga selalu mengabadikan diri kami dalam setiap jepretan foto kamera SLR Nikon, serta merangkum semua yang kami lalui dalam video kamera. Benar-benar lengkap lah persiapan dokumentasi kami kali ini. Mari kita rinci : 1 kamera SLR Nikon, 1 Handycam, 2 Digital Camera, 3 Handphone yang juga tetap berfungsi sebagai kamera, 1 Kamera Lomo, 1 tripod, 1 camera remote, dll. Cukup lengkap, bukan? Hehehe.
dari sebelah kiri : Aji (yang pake celana pendek), Saya (yang pake trousers hitam), dan Aya (yang pake short pink), we are the backpackers! <3

Oh ya, kami sempat menemui masalah ketika melalui proses pengecekan bagasi. Pasalnya, carrier yang kami bawa diduga tidak bisa masuk kabin, sehingga harus masuk bagasi, dan harus membayar ekstra Rp. 165.000,-. Ah, gak mau! Gak punya duit! Hahaha. Tapi, setelah nego dengan petugasnya, jadilah kami diperbolehkan membawa carrier kami ke kabin. Sesungguhnya, carrier kami berat-berat loh. Punya saya, beratnya 12,6 kg. Punya Aji, 9,8 kg. Punya Aya, 8,6 kg.
Setelah melalui kantor imigrasi, sampailah kami di ruang tunggu Air Asia, karena pesawat yang akan kami tumpangi masih dalam persiapan. Inilah kami saat itu..

saya dan Aji, ketika memasuki ruang tunggu Air Asia

Tepat pukul 16.05, terdengar berita bahwa penumpang Air Asia dengan nomor flight QZ 7744 tujuan Phuket sudah dapat memasuki pesawat. Yep! That is our plane, leggo! :)
 Daan, ternyata penumpang saat itu gak terlalu banyak, jadilah saya bisa pindah ke belakang, duduk dengan kedua teman saya. Sepanjang perjalanan, dua jam-an kami habiskan untuk mengabadikan pemandangan, bermain UNO, Sudoku, TTS, dan mendengarkan musik. MOCCA masih tetap menjadi top songs di playlist saya, dan kebetulannya kami bertiga adalah swinging friends Mocca. Pas banget!
Oia, di belakang saya, juga ada dua pemuda bule yang juga ke Phuket. Kelakuannya gak karuan meen, semena-mena aja gitu dia selonjoran di bangku pesawat, hahha. Entahlah, mungkin mereka juga backpackers, pikir kami. Perjalanan mengudara kami kali ini cukup lancar, meskipun di tengah perjalanan sempat dikabarkan bahwa cuaca kurang baik, tapi kami tiba on time. Pukul 18.13, pesawat kami mendarat di Phuket International Airport. Huhuyy. Setelah lolos dari pengecekan, kami pun keluar menuju ruang informasi untuk berburu map dan brosur2 mengenai Phuket dan Bangkok.

Yeaaay, touch down Thailand! Ini kali kedua saya kesini, sementar mereka adalah yang pertama.
Oh ya, di dalam pesawat tadi, saya berkenalan dengan Mbak Retno, teman duduk saya. Dia hendak pergi ke Hat Yai, ke rumah suaminya. Hahaha. Dan, pas saya ceritain apa yang akan saya lakukan setelah sampai Phuket, dia berencana membantu saya dengan mengantarkan saya ke terminal Phuket, bersama suaminya, Mr. Muhammad. Setelah berembuk dengan dua yang lain, saya memutuskan untuk menolak tawaran itu, karena kami tidak mau merepotkan. Kami lebih memilih untuk naik Orange Bus menuju terminal. Seru bos! Perjalanan ke terminal memakan waktu 1 jam. Sampai di terminal pukul 9 malam, dan kami melihat-lihat counter penjualan tiket ke Bangkok. Jeng jeng! Gak keburu! Karena bis terakhir ke BKK udah berangkat. BARUSAN! Argh! Wokee, fine! Kita memutuskan untuk berangkat besok, bis paling pagi, pukul 04.30. Huff, abis ini kemana donk? Nginep di terminal? Apa kemana? Tenaang.. ada yang lebih seru dari ini.
Kita niat cari makan dulu. Keluar lah kita dari terminal, dengan 'gambling' nya, kita jalan ke arah kiri. Bukannya nemu tempat makan, kita malah ketemu abang2 penjual durian. Tetottt! Aya dan Aji mukanya langsung berbinar, beda dengan gue yang langsung kicep nyium baunya. Yap! Inilah perbedaan kita, disaat ketiga teman saya adalah orang yang 'freak' durian, saya adalah orang yang 'a-really-big-NO' sama durian. Dari segi apapun, saya gak pernah suka sama durian, baik itu baunya, bentuknya, apapun lah. Tapi, akhirnya mereka batal makan durian, karena ya itu, orang belum makan udah mau ngisi perut pake durian, bisa-bisa meledak tuh perut dicekokin gas.
Lalu, kita jalan menyusuri kota Phuket itu, tetap dengan carrier yang kian lama terasa berat itu, hingga akhirnya mempertemukan kita dengan McD di daerah Phuket Square. Mameeeen~ tetep yeh, gak di Phuket, gak di Jakarta, gak di Bali, gak di Mataram, McD is the best place for us. McD emang paling pengertian deh! Hahaha.
Masuk McD, kita langsung duduk, dan yang paling penting naruh tas yang segede-gede gaban itu. Trus liat-liat menunya, meen, yang paling murah 25B, atau  sekitar 7500an, dan gak ada paket 5000an, gak ada paket nasi. Ok, fine! Gue pilih beli french fries sama Mc flurry, dengan seharga total 59B, atau sekitar 16000an. Glek~
Di McD ini, kita nemu berbagi orang. Mulai dari Mr. GI Joe, si Muay Thai boxer yang badannya gede banget plus sejuta tatto di tubuhnya, trus ada lagi bule-bule lain yang, ah, speechless lah. >:)
Di dekat situ ada 711, pergilah gue kesana sama Aya, sementara Aji bertugas untuk menjaga tas-tas kita. fwi, 711 disini, tidak seperti di Jakarta. Disini, dan bahkan di negara lain pun, 711 tidak lebih seperti Alfamart di Indonesia. Dan, memang sepertinya cuma di Indonesia aja yang 711 nya jadi ajang tempat nongkrong anak-anak gahul. Hehehe!
Oh ya, gue udah bilang belum kalo kita nginep di McD ini? Ha! Yes, kita bertiga nginep di McD ini, dengan spot yang cukup nyaman buat tidur. Kita duduk di pojokan, yang dibawah mejanya ada colokan, dan kurusinya pake kursi panjang. Puool! Gue, didukung dengan spot duduk gue, yakni di pojokan senderan tembok, tidak sengaja terlelap paling duluan. Tidur dengan berjaketkan MBUI 2009, yang merah putih itu. Hahaha.
dari pojok deket dinding itu ada gue, yang lagi tidur nyamping, cuma kelihatan capuchonnya doank itu, trus disampingnya ada Aya yang lagi ngorok, diikuti Aji yang kelihatannya udah mabok parah. LOL
Sungguh banget ini keadaan McD udah amburadul banget karena kehadiran kita. Terlebih, pas jam 3 an, di depan kita, ada segerombolan polisi yang lagi pada makan, dan matanya terpaku sama kita, dan tiba2 salah satu dari mereka senyum ke gue, sambil ngomong : "Oh, you are from University of Indonesia!". Glek! gue bingung donk, kok doi tahu?. Dengan pasang muka bego, gue ngomong gini : "Loh? Kok dia tau?". Eh, seolah dia ngerti bahasa yang gue omongin, dia senyum sambil nunjuk ke arah laptopnya Aji, yang emang lagi gue pake saat itu. Ternyata, di badan luar laptopnya Aji ada stiker UI. Ooooo~

By the way, cerita ini udah masuk ke tanggal 04 Agustus 2011. Kita bikin postingan baru aja kali ya.
Read More

Tuesday, August 09, 2011

This is what i feel after all this endless journey


"Changes you can expect to experience during backpacking."
Before you packed your bag, made an itinerary, or said goodbye to your friends and family : YOU WERE YOU. While maybe one of the reasons you set out on this journey was to do some soul searching, for the most part, you have already defined yourself: funny, shy, trendy, likes to read, likes to write, likes to cook, likes to party, the clothes you wear, or even how you treat other people, all of this is bound to change to some degree while on the road.
Everyone has their own journey, whether it be for one month or one year, or even just for couple of days. No matter the duration, the people you meet, challenges you overcome, and experiences you have will inevitably change you. This isn’t a bad thing, merely  a reality check; something to prepare yourself for at the beginning of the trip, or more realistically, at the end. Because it isn’t until you reappear on your home doorstep that the changes all become blindingly obvious.
What kinds of changes exactly are you wondering will take place? Well for the starters, your wardrobe will shift. What was once your favorite old T-shirt somehow got chucked out to make room for all those new beer singlets you’ve picked up along the way. What you once saw as the most hideously huge Hammer pants are now the most comfortable thing you own. And to top it all off, you arm is an ever-increasing collection of ‘jenky’ bracelets that showcase all the memories and good times you’ve had. While these breacelets will look ‘hippie’ and ‘dirty’ to the outside world, you will find yourself fiercely protective of them when returning home, refusing to cut them off as if they were another limb.
Also, your horizon will broaden and things you once disliked might become something you love. From spicy foods to musical taste, you will be exposed to a whole new world of options on the road. Slowly but surely your opinions will change about world politics, places you want to visit, and even what you choose to eat.
Other chanfes will involve your personality. With false information, long bus journeys, and bamboozling of all sorts, you patience is bound to be tested. By the time you return home you will surely find yourself more tolerant of other people and situations. Suddenly that loud-mouthed person on the tube isn’t so annoying; nor is that that seemingly endless line at the market, somehow the little things that used to get under your skin so much barely register on your radar. You’re usually too busy appreciating the conveniences now so abundant that just weren’t available whilist backpacking!
And, one of the most popular changes, yet surprisingly to the individual, is a complete change of direction in life. When setting off for the adventure, you probably saw it as a small opportunity to blow off some steam after graduating, perhaps a short breakfrom a few years of working hard in the real world? No matter the situation, you’ve planned on going home and staying there merely to plan short vacations in the future. But before you return home you find yourself longing for more adventure already and planning your next trip. Perhaps a new destination like South America, or a return to a favorite beach bungalow in Thailand, or even the possibility for a long term work as an English teacher as the mere thought of returning to the ‘real world’ becomes frightening. This is the big sign that something major has shifted within you. For all the travelers this is natural, common, and nothing to be afraid of. But to your friends and family back home this is terrifying. They might be actually lose you to this mysterious and foreign world that you call backpacking and this is disconcerting.
But then there is that one side effect rarely talked about but massively important: INSPIRATION. While you friends back home might become jealous or bitter about your disappearance and constant upbeat status updates, you might have just inspired some to venture out into the unknown themselves. You make it seem so effortless and fun, why can’t they do it? LOL. Travelling long-term is a foreign concept to many people and something never to consider doing alone. But if they know someone who’s done it that can offer advice, experience and possible companionship, well, why not take the leap themselves?
No matter what, throughout your life you style will alter, opinions mature, and preferences modify. This journey is just another step of growing up and while the transformation within yourself can be surprising and unexpected, it’s the inspiration you offer to others that make the big difference. BECAUSE NOT ONLY IS THIS JOURNEY BOUND TO CHANGE YOU, YOU ARE BOUND TO CHANGE THE WORLD.








Hell-o-yeah-traveler!
Read More
Written by tvelofas. Powered by Blogger.

© Je Suis Moi ♥♥, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena